Widget HTML #1


Ketika Kejahatan Siber Menjadi Industri Global

Membaca “Fujian Case”

Dalam beberapa tahun terakhir, istilah “Fujian case” kian sering muncul dalam percakapan aparat penegak hukum, praktisi keamanan siber, hingga media massa di Indonesia. Istilah ini kerap digunakan untuk menjelaskan pola penipuan digital yang masif, terorganisasi, dan lintas negara. Namun, penting dipahami sejak awal: Fujian case bukanlah label etnis, melainkan penanda pola kejahatan siber modern.

Kesalahpahaman terhadap istilah ini berisiko melahirkan stigma, padahal yang perlu disorot justru cara kerja kejahatan, bukan asal-usul pelakunya.

Kejahatan yang Berubah Wajah

Penipuan digital hari ini tidak lagi dijalankan oleh individu tunggal yang mengandalkan keberuntungan. Ia telah berevolusi menjadi industri kriminal dengan struktur, target, dan efisiensi yang menyerupai perusahaan rintisan (startup). Dalam konteks inilah istilah Fujian case digunakan—untuk membedakan penipuan terorganisasi dari kejahatan siber berskala kecil.

Indonesia, dengan penetrasi internet dan dompet digital yang tinggi, menjadi pasar potensial. Korban tidak dipilih secara acak, melainkan melalui proses pemetaan perilaku, psikologi, dan kebiasaan transaksi.

Ciri Khas “Fujian Case”

Ada sejumlah karakteristik utama yang membuat Fujian case berbeda dari penipuan digital biasa.

Pertama, organisasi yang sangat terstruktur.
Kejahatan ini dijalankan oleh jaringan dengan pembagian peran yang jelas: perekrut, operator komunikasi, teknisi IT, pengelola akun, hingga tim pencuci uang (money laundering). Setiap fungsi bekerja secara terpisah namun terkoordinasi.

Kedua, penggunaan teknologi secara masif dan sistematis.
Sindikat ini memanfaatkan phone farm (ratusan hingga ribuan ponsel), SIM farm, bot, serta perangkat lunak manajemen korban. Banyak di antaranya menggunakan skrip percakapan yang sudah diuji secara psikologis untuk memancing kepercayaan korban.

Ketiga, pendekatan lintas negara.
Meski disebut Fujian, operasi lapangan sering kali berada di Asia Tenggara—Kamboja, Myanmar, Laos, Filipina, termasuk Indonesia. Otak dan pengendali bisa berada di luar negeri, sementara simpul lokal berperan sebagai penyedia rekening, kartu SIM, atau identitas.

Keempat, eksploitasi sistem pembayaran modern.
Dompet digital, mobile banking, dan quick response code (QR) menjadi sasaran karena kecepatan transaksi dan minimnya jeda verifikasi. Rekening money mule digunakan untuk memecah aliran dana agar sulit dilacak.

Kelima, adaptasi cepat terhadap respons regulator.
Begitu satu modus terdeteksi dan diblokir, pola baru segera muncul. Inilah yang membuat Fujian case sering tampak “berulang”, padahal pelakunya bisa saja jaringan yang sama dengan skema berbeda.

Mengapa Disebut “Fujian”?

Istilah ini muncul karena banyak jaringan inti kejahatan tersebut memiliki keterkaitan historis dan jejaring bisnis yang berakar dari Provinsi Fujian, Tiongkok. Namun, sama seperti istilah “Russian cybercrime” atau “Nigerian scam”, penyebutan ini bersifat operasional, bukan identitas kolektif.

Menjadikannya sebagai stigma justru berbahaya karena mengaburkan fokus utama: kejahatan terorganisasi lintas yurisdiksi.

Tantangan bagi Indonesia

Bagi Indonesia, Fujian case menghadirkan tantangan serius. Penindakan sering kali terhenti di pelaku lapangan—pemilik rekening atau penyedia SIM—sementara pengendali utama berada di luar jangkauan hukum nasional.

Ini menunjukkan bahwa kejahatan siber tidak bisa dihadapi dengan pendekatan sektoral. Diperlukan kolaborasi antara regulator sistem pembayaran, industri keuangan, operator telekomunikasi, dan aparat penegak hukum, baik di dalam maupun luar negeri.

Dari Reaksi ke Pencegahan

Pendekatan reaktif—memblokir rekening setelah dana raib—tidak lagi memadai. Yang dibutuhkan adalah pencegahan berbasis ekosistem: analitik perilaku transaksi, penguatan know your customer (KYC), serta edukasi publik yang berkelanjutan.

Lebih dari itu, kejahatan seperti Fujian case menuntut cara berpikir baru: melihat penipuan digital sebagai ancaman sistemik, bukan sekadar kasus kriminal individual.

Penutup

Fujian case adalah cermin dari perubahan wajah kejahatan di era digital. Ia terorganisasi, adaptif, dan lintas batas. Menghadapinya membutuhkan kejernihan nalar publik—memisahkan fakta dari stigma, serta solusi struktural dari reaksi sesaat.

Tanpa itu, kita akan terus tertinggal satu langkah di belakang kejahatan yang sudah berlari jauh melampaui batas negara.

Extended!

“Fujian case” adalah istilah non-resmi yang sering dipakai aparat, media, dan praktisi keamanan di Asia Tenggara untuk merujuk pada pola kejahatan siber dan penipuan online yang berasal atau berjejaring dengan kelompok kriminal dari Provinsi Fujian, Tiongkok.

Istilah ini bukan nama perkara hukum tunggal, melainkan label pola kasus.

Apa ciri khas “Fujian case”?

Biasanya mengacu pada organisasi scam profesional dengan karakter berikut:

1. Asal jaringan

  • Berakar dari Fujian (福建), terutama kota pesisir
  • Banyak pelaku diaspora yang beroperasi lintas negara (SEA, Afrika, Amerika Latin)

2. Jenis kejahatan

Paling sering terkait:

  • Online scam (love scam, investment scam, crypto scam)
  • E-wallet & mobile banking fraud
  • Phone farm / SIM farm
  • Account takeover (ATO)
  • Money mule network
  • Fake app & phishing berbahasa lokal

Di Indonesia sering muncul pada kasus OVO, GoPay, Dana, ShopeePay, dan mobile banking.

3. Pola operasional

  • Sangat terstruktur & industrial
  • Menggunakan:
    • Script call/chat
    • CRM scam
    • Bot & AI
    • Phone farm (ratusan HP)
  • Ada pembagian peran:
    • Recruiter
    • Operator
    • Engineer
    • Laundering team

4. Lokasi operasi

Walau disebut “Fujian”, operasinya sering berada di:

  • Kamboja
  • Myanmar
  • Laos
  • Filipina
  • Thailand
  • Malaysia
  • Indonesia (node lokal & mule)

Kenapa disebut “Fujian”?

Karena:

  • Banyak boss & core operator berasal dari Fujian
  • Dialek & kultur internal khas Fujian
  • Pola bisnis scam mereka konsisten lintas negara

Mirip istilah:

  • “Nigerian scam”
  • “Russian cybercrime” ➡️ menunjuk asal jaringan, bukan lokasi kejadian

Dalam konteks Indonesia

Di Indonesia, “Fujian case” sering muncul pada:

  • Kasus pembobolan massal akun e-wallet
  • Fraud terkoordinasi lintas bank
  • Skema yang bukan pelaku tunggal, tapi jaringan

Biasanya:

  • Pelaku lapangan lokal (rekening, SIM, device)
  • Otaknya di luar negeri

Penting dicatat

  • Bukan semua orang Fujian kriminal
  • Ini istilah teknis operasional, bukan etnis atau stereotipe
  • Digunakan untuk membedakan pola kejahatan dalam investigasi

Ringkasnya

“Fujian case” = kasus penipuan / kejahatan siber yang mengikuti pola, jaringan, dan metode sindikat scam asal Fujian, Tiongkok, yang beroperasi lintas negara.