Saat Malaysia Hampir Kehilangan Seorang Pemimpin
Tahun 1989: Saat Malaysia Hampir Kehilangan Seorang Pemimpin
Tahun 1989, Tun Dr. Mahathir Mohamad yang kala itu berusia 64 tahun mengalami serangan jantung pertamanya. Ia segera dilarikan ke Rumah Sakit Kuala Lumpur (HKL). Diagnosisnya tegas: satu-satunya cara menyelamatkan nyawanya adalah dengan menjalani operasi bypass arteri koroner.
Namun, di tahun tersebut, Malaysia belum memiliki keahlian bedah jantung yang sepenuhnya matang. Saran pun berdatangan dari berbagai pihak:
“Terbangkan Tun ke luar negeri.”
“Bawa beliau ke Singapura, di sana ada teknologi dan pakar terbaik.”
Perdana Menteri Singapura saat itu, mendiang Lee Kuan Yew—sahabat sekaligus rival yang disegani—bahkan datang langsung menawarkan bantuan. Ia membujuk Tun agar menjalani operasi di Singapura. Ketika itu ditolak, Lee menawarkan untuk mengirim tim dokter spesialis dan peralatan lengkap ke Kuala Lumpur.
Namun jawaban Tun tetap tegas:
"Saya tidak mau!"
Mengapa?
Karena Tun sudah memiliki satu nama dalam pikirannya. Seorang dokter muda asal Malaysia, berusia 39 tahun: Dr. Yahya Awang.
Pada saat itu, Dr. Yahya baru mencatatkan sekitar 55 operasi jantung—jumlah yang terbilang kecil dalam standar internasional.
Namun ketika ditanya siapa yang diinginkannya untuk melakukan operasi besar dan berisiko ini, jawaban Tun sangat jelas:
“Panggilkan Dr. Yahya Awang. Saya percaya kepadanya. Dia anak bangsa Malaysia.
Jika saya sebagai Perdana Menteri tidak percaya pada kemampuan anak negeri sendiri, lalu siapa lagi yang akan percaya?”
Nyawa seorang Perdana Menteri dipertaruhkan bukan karena tidak ada pilihan lain, tetapi karena sebuah kepercayaan:
- Kepercayaan bahwa kemampuan anak bangsa harus diuji.
- Kepercayaan bahwa martabat negara harus dijaga.
- Kepercayaan bahwa sistem yang kita bangun sendiri harus dimulai dari atas, dari para pemimpin.
Operasi tersebut akhirnya sukses.
Dr. Yahya Awang keluar dari ruang operasi dan berkata:
“Alhamdulillah, Perdana Menteri selamat dan dalam kondisi stabil.”
Selebihnya adalah sejarah.
Tun Mahathir kembali memimpin negara, membangun kebijakan, menggerakkan ekonomi, dan meninggalkan warisan bukan hanya dalam bentuk kemajuan fisik, tapi juga nilai-nilai keberanian dan kepercayaan.
Di tengah zaman ketika kita sibuk mengagungkan kehebatan luar, kisah ini mengingatkan satu hal penting:
👉 Percayalah pada anak bangsa sendiri.
👉 Percayalah pada sistem yang kita bangun.
👉 Dan untuk menjadi negara maju, semuanya harus dimulai dari keberanian mempercayai diri sendiri.
Selamat ulang tahun ke-100 untuk Tun Dr. Mahathir Mohamad.
Satu abad usia, satu abad pengaruh, dan satu kisah luar biasa yang tak seharusnya kita lupakan.
"Biar aku menjadi galang ujinya."
– Tun Dr. Mahathir Mohamad, 1989
#KepemimpinanNasional #PercayaAnakBangsa #DrYahyaAwang #TunMahathir #KebanggaanNegeri #CeritaNegara #MalaysiaBoleh #PelajaranKepemimpinan
Ditulis ulang dari: Azianardawati