Widget HTML #1


MZ 130 Trilyun melayang



Rp130 Triliun Melayang, Zuckerberg Menyerah: Akhir Sebuah Era atau Strategi Bertahan?

#opini


Pada pertengahan Juli 2025, dunia teknologi diguncang oleh keputusan mengejutkan dari Mark Zuckerberg. Alih-alih membela diri di ruang sidang, CEO Meta ini memilih jalan damai dengan menyetujui penyelesaian gugatan senilai US$8 miliar (setara Rp130 triliun) bersama sejumlah tokoh besar lain, termasuk Sheryl Sandberg dan Marc Andreessen. Gugatan tersebut bermula dari skandal Cambridge Analytica, sebuah luka lama yang tampaknya belum juga mengering dari memori publik digital.

Namun, apakah langkah damai ini sebuah bentuk pertanggungjawaban, atau justru upaya melindungi diri dari sorotan publik yang lebih besar?

Privasi Bukan Sekadar Pelanggaran Teknis, Tapi Soal Etika

Cambridge Analytica bukan sekadar skandal privasi. Ini adalah contoh brutal bagaimana data pribadi bisa menjadi komoditas politik dan ekonomi yang diperjualbelikan tanpa sepengetahuan pengguna. Dalam dunia yang semakin tergantung pada algoritma, pelanggaran ini tidak hanya menyebabkan kerugian finansial, tapi juga mencederai kepercayaan publik pada ekosistem digital secara menyeluruh.

Kesepakatan damai ini memang menghindarkan Zuckerberg dan kawan-kawan dari panggilan bersaksi—yang pasti akan menjadi headline global. Tapi, itu pula yang memunculkan pertanyaan besar: Di mana letak akuntabilitas moral mereka?

Strategi Bertahan atau Takut Membuka Aib?

Menghindari persidangan bukanlah hal baru bagi Zuckerberg. Pada 2017, ia juga membatalkan penerbitan saham baru hanya seminggu sebelum dijadwalkan bersaksi. Kali ini pun serupa. Publik tidak akan pernah tahu seperti apa kesaksian di bawah sumpah itu, atau fakta-fakta internal seperti apa yang mungkin terungkap.

Apakah ini bentuk strategi bisnis demi menyelamatkan harga saham dan reputasi jangka panjang Meta? Atau semata-mata tindakan defensif karena tahu posisi mereka lemah?

Pilihan ini seolah menegaskan satu hal: dalam pertarungan antara uang dan akuntabilitas, uang masih menjadi pemenang.

Apa Dampaknya bagi Dunia Digital?

Kemenangan para pemegang saham dalam bentuk penyelesaian bukan berarti kemenangan bagi pengguna. Tidak ada jaminan bahwa Meta akan berubah lebih baik pasca penyelesaian ini. Yang ada justru preseden berbahaya: bahwa perusahaan teknologi besar bisa ‘membayar’ untuk menutup skandal, tanpa harus bertanggung jawab di hadapan publik.

Jika para eksekutif bisa menghindari pengadilan hanya dengan cek bertanda tangan, lalu siapa yang menjamin bahwa kejadian serupa tak akan terulang?

Akhir Sebuah Era? Belum Tentu

Banyak yang menyebut ini sebagai titik balik, sebagai akhir dari era kebal hukum para taipan teknologi. Tapi tampaknya belum. Tanpa reformasi nyata—baik dari sisi hukum, peraturan, maupun kesadaran publik—maka peristiwa ini hanya akan menjadi catatan kaki dalam sejarah panjang pengkhianatan terhadap privasi.

Kita butuh lebih dari sekadar penyelesaian finansial. Kita butuh regulasi yang tajam, penegakan hukum yang tegas, dan transparansi yang tak bisa dibeli dengan dolar.


Penutup

Kasus ini menunjukkan bahwa pertanggungjawaban digital bukan sekadar soal teknologi, tetapi juga politik, etika, dan keberanian menghadapi konsekuensi. Zuckerberg boleh jadi telah menyelamatkan dirinya dari saksi pengadilan. Namun, sejarah akan mencatat bahwa di momen penting itu, ia memilih diam daripada berbicara.

Pertanyaannya sekarang: apakah kita juga akan tetap diam? 😁