Widget HTML #1


Menimbang Kedaulatan Data dalam Era Perdagangan Digital

Menimbang Kedaulatan Data dalam Era Perdagangan Digital: Catatan atas Klaim Gedung Putih

Oleh: saya


Pendahuluan

Pada 23 Juli 2025, Gedung Putih menerbitkan sebuah Fact Sheet berjudul “United States and Indonesia Reach Historic Trade Agreement.” Di dalamnya, terselip pernyataan penting yang menyebut bahwa Indonesia akan mengakui Amerika Serikat sebagai yurisdiksi yang menyediakan perlindungan data pribadi yang memadai, sebagai dasar untuk memperbolehkan transfer data pribadi warga negara Indonesia ke AS.

Pernyataan ini, meski terdengar teknis, memiliki implikasi besar terhadap kedaulatan data, perlindungan privasi warga negara, dan arah kebijakan digital Indonesia. Artikel opini ini berupaya mengurai substansi klaim tersebut, memvalidasinya dalam konteks hukum nasional, serta memberi catatan kritis terhadap potensi dampaknya.

Kedaulatan Data Bukan Sekadar Teknis

Kedaulatan data (data sovereignty) adalah prinsip bahwa data pribadi warga negara harus tunduk pada hukum nasional tempat individu tersebut berada. Dengan semakin masifnya arus data lintas batas, isu ini menjadi semakin relevan dan krusial. Menyerahkan pengelolaan data ke entitas asing tanpa mekanisme pengawasan nasional yang kuat, adalah bentuk pelanggaran terhadap prinsip ini.

UU PDP Indonesia: Standar Tinggi Perlindungan

Indonesia telah memiliki Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP), yang mengatur secara ketat tentang transfer data pribadi ke luar negeri.
Pasal 56 dan 57 UU PDP menyatakan bahwa:

  • Transfer data lintas negara hanya diperbolehkan jika negara penerima memiliki tingkat perlindungan yang setara atau lebih tinggi, atau;
  • Telah mendapat izin khusus dari otoritas perlindungan data Indonesia.

Dengan demikian, pernyataan Gedung Putih bersifat sepihak dan belum sah secara hukum nasional, kecuali jika pemerintah Indonesia secara resmi telah melakukan penilaian kecukupan (adequacy assessment) terhadap AS — yang hingga tulisan ini dibuat, belum ada dokumen resmi yang menyatakan hal tersebut.

Perlindungan Data di AS: Fragmented dan Sektoral

Tidak seperti GDPR Uni Eropa atau UU PDP Indonesia yang bersifat komprehensif dan lintas sektor, perlindungan data pribadi di Amerika Serikat bersifat sektoral dan terfragmentasi, seperti:

  • HIPAA untuk data kesehatan
  • COPPA untuk data anak-anak
  • GLBA untuk sektor keuangan

Tanpa adanya federal privacy law yang seragam, sulit mengatakan bahwa AS memiliki tingkat perlindungan data yang “memadai” dalam standar internasional. Bahkan Uni Eropa sendiri telah mencabut beberapa perjanjian transfer data dengan AS (misalnya, Privacy Shield) karena dinilai tidak memadai dalam melindungi data warganya dari intervensi pemerintah AS.

Potensi Risiko dan Catatan Kritis

  1. Minimnya Transparansi

    • Tidak ada pernyataan resmi dari Kominfo atau otoritas PDP Indonesia tentang kesepakatan ini.
    • Proses penilaian kecukupan semestinya dilakukan secara transparan dan melibatkan publik.
  2. Risiko Intervensi Asing

    • Perusahaan teknologi AS tunduk pada kebijakan seperti Cloud Act, yang mewajibkan mereka menyerahkan data ke pemerintah AS atas permintaan, bahkan jika data tersebut berada di luar wilayah AS.
  3. Melemahnya Kedaulatan Digital

    • Ketergantungan pada sistem dan entitas asing untuk pengelolaan data berisiko menjadikan Indonesia sebagai “konsumen” digital alih-alih pemilik dan pengelola infrastruktur data mandiri.

Penutup: Perlu Sikap Tegas dan Proaktif

Indonesia perlu bersikap tegas dan berdasarkan prinsip dalam setiap kerja sama digital lintas negara. Perlindungan data pribadi adalah hak asasi warga yang harus dijaga dengan pendekatan yang berdaulat, transparan, dan berbasis hukum nasional.

Jika benar ada pengakuan formal terhadap yurisdiksi AS sebagai entitas yang layak mengelola data pribadi warga Indonesia, maka hal ini harus dilakukan berdasarkan hasil penilaian yang terbuka, konsultatif, dan melibatkan publik, bukan sekadar bagian dari kesepakatan dagang yang berorientasi tarif.

Tentang Penulis:
Orang biasa saja dan tidak tahu apa-apa. 😁🤭

Sumber: www.cahyo.web.id